Campursari adalah musik tradisional
masyarakat jawa. Musik ini diperkirakan lahir pada dekade "60-an di daerah
Jawa Tengah. Musik campursasri dimainkan dengan alat musik gamelan yang terdiri
dari: Slenthem, Peking, Kendang, Gong, Bonang/tidak
semua bagian, di tambah suling. Untuk melengkapi khasanah musiknya, gamelan
tersebut dipadukan dengan alat musik modern seperti: gitar dan keyboard.
Pada awal kemunculan musik campursari sempat menimbulkan pertentangan dengan pegiat kesenian yang lain. Hal ini dianggap menurunkan citra keagungan kesenian tradisonal jawa yang terkenal dengan kebudayaan keratonnya yang adiluhung.
Musik campursari mulai terkenal seiring meroketnya nama Waldjinah dan Manthous ( Sumanto-red ) pada awal berkembangnya dulu. Manthous yang mengusung bendera CSGK ( Campur Sari Gunung Kidul ) merupakan musisi campursari yang terkenal. Pria yang lahir pada tahun 1950 ini menelurkan sejumlah lagu, namun yang fenomenal adalah kutut manggung. Sayang karir musiknya meredup setelah dia mengidap stroke.
Pada awal kemunculan musik campursari sempat menimbulkan pertentangan dengan pegiat kesenian yang lain. Hal ini dianggap menurunkan citra keagungan kesenian tradisonal jawa yang terkenal dengan kebudayaan keratonnya yang adiluhung.
Musik campursari mulai terkenal seiring meroketnya nama Waldjinah dan Manthous ( Sumanto-red ) pada awal berkembangnya dulu. Manthous yang mengusung bendera CSGK ( Campur Sari Gunung Kidul ) merupakan musisi campursari yang terkenal. Pria yang lahir pada tahun 1950 ini menelurkan sejumlah lagu, namun yang fenomenal adalah kutut manggung. Sayang karir musiknya meredup setelah dia mengidap stroke.
Setelah
Manthous mulai menurun pamornya, muncul beberapa musisi campursari yang
terkenal kemudian. Nama-nama Didi Kempot, Sonny Joss, Cak Diqin sampai penyanyi
campursari baru seperti Soimah bergantian menghiasi blantika musik campursari.Perkembangan musik campursari sebagai musik rakyat kecil tak
lepas dari pengangkatan tema yang simple dan dekat dengan masyarakat kecil.
Karena itu tak jarang Campursari diidentikkan dengan musiknya kaum
marjinal/rakyat jelata. Tema yang diangkat untuk lagu campursari mulai dari
cinta dan kesedihan, tentang wong cilik, tentang menikmati hidup. Tak heran
kenapa musik ini begitu merakyat dan hampir selalu hadir di acara-acara hajatan
rakyat biasa.
Dalam prakteknya musik campursari cenderung menggunakan bahasa sehari-hari untuk bahasa lagunya. Tidak seperti langgam jawa yang menggunakan bahasa kesusatraan jawa, Campursari menggunakan bahasa umum di masyarakat atau istilahnya bahasa pasaran. Sehingga bagi kita yang mendengarkan lagu campursari tidak harus berpikir terlalu dalam untuk mengetahui makna dari lagu tersebut.
Selain itu lagu campursari banyak sekali mengangkat kisah hidup wong cilik. Kisah bagaimana susahnya rakyat kecil mencari kerjaan, memenuhi hajat hidupnya. Ataupun bagaimana dalam sebuah lagu kita bisa menangkap kesan kesederhanaan yang terpancar di dalamnya seperti contohnya lagu Kuncung yang dinyanyikan Didi Kempot.
Dalam lirik lagu campursari kadang juga kita temukan kesederhanaan pola pikir dengan bahasa yang gamblang. Semisal syair lagu "aku milih liyane, ora sudi milih kowe, nganggur ora nyambut gawa, paling2 dadi kere” syair lagu ini artinya sangat sederhana, Aku memilih yang lain, gak mau memilih kamu, pengangguran yang tak punya kerjaan. Simple memandang sesuatu banget.
Lagu Campursari juga sering bercerita tentang kisah cinta yang mendayu-dayu. Seperti nampak pada syair lagu sewu kutha " Sewu kutha uwes tak liwati, Sewu ati tak takoki, Nanging kabeh podo ra ngerteni, lungamu nang endi' pirang tahun anggonku nganteni, semono rung bisa nemoni" yang artinya Seribu kota telah kulewati, Seribu hati telah kutanya, Tapi semua tiada yang tahu, Pergimu ke mana, Entah berapa tahun kumenanti, Sampai sekarang belum bisa menemukan. Sangat sederhana dan gampang mencerna kalimatnya kan.
Dalam prakteknya musik campursari cenderung menggunakan bahasa sehari-hari untuk bahasa lagunya. Tidak seperti langgam jawa yang menggunakan bahasa kesusatraan jawa, Campursari menggunakan bahasa umum di masyarakat atau istilahnya bahasa pasaran. Sehingga bagi kita yang mendengarkan lagu campursari tidak harus berpikir terlalu dalam untuk mengetahui makna dari lagu tersebut.
Selain itu lagu campursari banyak sekali mengangkat kisah hidup wong cilik. Kisah bagaimana susahnya rakyat kecil mencari kerjaan, memenuhi hajat hidupnya. Ataupun bagaimana dalam sebuah lagu kita bisa menangkap kesan kesederhanaan yang terpancar di dalamnya seperti contohnya lagu Kuncung yang dinyanyikan Didi Kempot.
Dalam lirik lagu campursari kadang juga kita temukan kesederhanaan pola pikir dengan bahasa yang gamblang. Semisal syair lagu "aku milih liyane, ora sudi milih kowe, nganggur ora nyambut gawa, paling2 dadi kere” syair lagu ini artinya sangat sederhana, Aku memilih yang lain, gak mau memilih kamu, pengangguran yang tak punya kerjaan. Simple memandang sesuatu banget.
Lagu Campursari juga sering bercerita tentang kisah cinta yang mendayu-dayu. Seperti nampak pada syair lagu sewu kutha " Sewu kutha uwes tak liwati, Sewu ati tak takoki, Nanging kabeh podo ra ngerteni, lungamu nang endi' pirang tahun anggonku nganteni, semono rung bisa nemoni" yang artinya Seribu kota telah kulewati, Seribu hati telah kutanya, Tapi semua tiada yang tahu, Pergimu ke mana, Entah berapa tahun kumenanti, Sampai sekarang belum bisa menemukan. Sangat sederhana dan gampang mencerna kalimatnya kan.
·
Ciri-ciri campursari
- Musik khas daerah Jawa Tengah
- Menggunakan alat-alat musik tradisional
- Bahasa yang di gunakan bahasa sehari-hari
- Nadanya sederhana
- Musik campursari mengangkat kisah hidup orang kecil
Tokoh-tokoh campursari
1. Manthous
Manthous lahir di Desa Playen, Gunung Kidul pada tahun 1950. Ketika berusia 16 tahun, Manthous memberanikan diri pergi ke Jakarta. Pilihan utamanya adalah hidup ngamen, yang ia anggap mewakili bakatnya. Namun, pada tahun 1969 dia bergabung dengan orkes keroncong Bintang Jakarta pimpinan Budiman BJ. Kemudian, pada tahun tahun 1976, Manthous yang juga piawai bermain bas mendirikan grup band Bieb Blues berciri funky rock bersama dengan Bieb anak Benyamin S. Bieb Blues bertahan hingga tahun 1980. Kemudian, Manthous bergabung dengan Idris Sardi, dalam grup Gambang Kromong Benyamin S. Selain itu, sebelumnya ia pernah juga menjadi pengiring Bing Slamet ketika tampil melawak dalam Grup Kwartet Jaya.
Kelihatannya semua pengalaman inilah yang membuat Manthous menguasai aliran musik apa pun. Dalam khazanah dangdut, bahkan, dia juga menjadi panutan karena mampu mencipta trik-trik permainan bas, yang kemudian ditiru oleh para pemain bas dangdut sekarang.
Manthous lahir di Desa Playen, Gunung Kidul pada tahun 1950. Ketika berusia 16 tahun, Manthous memberanikan diri pergi ke Jakarta. Pilihan utamanya adalah hidup ngamen, yang ia anggap mewakili bakatnya. Namun, pada tahun 1969 dia bergabung dengan orkes keroncong Bintang Jakarta pimpinan Budiman BJ. Kemudian, pada tahun tahun 1976, Manthous yang juga piawai bermain bas mendirikan grup band Bieb Blues berciri funky rock bersama dengan Bieb anak Benyamin S. Bieb Blues bertahan hingga tahun 1980. Kemudian, Manthous bergabung dengan Idris Sardi, dalam grup Gambang Kromong Benyamin S. Selain itu, sebelumnya ia pernah juga menjadi pengiring Bing Slamet ketika tampil melawak dalam Grup Kwartet Jaya.
Kelihatannya semua pengalaman inilah yang membuat Manthous menguasai aliran musik apa pun. Dalam khazanah dangdut, bahkan, dia juga menjadi panutan karena mampu mencipta trik-trik permainan bas, yang kemudian ditiru oleh para pemain bas dangdut sekarang.
Pada
tahun 1993, Manthous mendirikan Grup Musik Campursari Maju Lancar Gunung Kidul.
Garapannya menampilkan kekhasan campursari dengan langgam-langgam Jawa yang
sudah ada. Ada warna rock, reggae,
gambang kromong, dan lainnya. Ada
juga tembang Jawa murni seperti Kutut Manggung, atau Bowo Asmorondono, dengan
gamelan yang diwarnai keyboard dan gitar bas. Bersama grup musik yang berdiri
tahun 1993 dan beranggotakan saudara atau rekan sedaerah di Playen,
Gunungkidul, Yogyakarta itu, Manthous menyelesaikan sejumlah
volume rekaman di Semarang.
Beberapa lagunya yang populer di antaranya Anting-anting, Nyidamsari, Gandrung,
dan Kutut Manggung. Namun, karya besarnya yang banyak dikenal oleh orang Indonesia
adalah Getuk yang pertama kali dipopulerkan oleh Nurafni octavia. Sampai
sebelum akhirnya terkena serangan stroke, Manthous bersama Grup Campursari Maju
Lancar Gunungkidul menjadi kiblat bagi para pencinta lagu-lagu langgam Jawa dan
campursari.
2.
Didi Prasetyo (Didi Kempot)
Album
pertama Didi muncul pada tahun 1999. Di dalamnya terdapat lagu Cidro dan
Stasiun Balapan. Semula tidak ada seorang pun pedagang kaset yang melirik
karyanya. Mungkin karena warna musiknya yang lain, dan gayanya yang edan,
dibandingkan lagu Manthous dan Anjar Any yang sedang populer di tahun 1990-an.
Namun, kemudian, album pertamanya ternyata meledak di pasaran. Sejak saat itu,
Didi mulai merasa yakin untuk menekuni tembang-tembang Jawa. Adik dari pelawak
Mamiek Prakosa ini kemudian menjadi salah satu ikon dari campur sari. Tawaran
untuk membuat album pun datang dengan deras, bahkan dia pernah membuat 12 album
sekaligus dalam satu tahun.
0 komentar:
Posting Komentar